Jumat, 01 Juli 2011

Mari Berkaca, Jangan Menyalahi!!!


“entah kenapa Fadhil merasa hambar dengan amanah dakwah yang diembannya saat ini. Rencana rencana yang dibuat seolah hanya hiasan kertas belaka. Beberapa kali pertemuan yang dirancangnya gagal. Sekalipun ada, yang datang tidak lebih dari 4 orang dari 30 yang harusnya hadir. Kinerja tim melemah. Sementara tim lainnya seolah bergerak sendiri-sendiri. Sudah dicoba untuk mendiskusikan permasalahan tersebut. Namun tidak pernah menghasilkan kebijakan yang jelas. Perlahan-lahan ia pun mulai masa bodo dengan amanahnya. Belakangan ia malah terlibat aktif diluar amanah dakwahnya.
Tersumbatnya saluran komunikasi menyebabkan banyak ketidakjelasan yang disimpan di dalam hati aktivis. Perhatian terhadap masalah tersebut tidak bisa disepelekan. Memperbanyak ruang keterbukaan akan melahirkan rasa kepemilikan yang kuat terhadap amanah dakwah. Karenanya, itu menjadi suatu kebutuhan primer agenda dakwah. Jika dibiarkan perasaan kecewa tersebut akan melunturkan semangat kerja dan menipiskan karakter milintasi kader.
Kasus akh fadhil adalah satu fenomena dakwah yang tak bisa kita pungkiri. Dilapangan sering kita temui, saat syuro dilaksanakan yang hadir sungguh memprihatinkan bahkan kita kenal dengan istilah ‘4L’ ‘Lu Lagi Lu Lagi’. Padahal agenda dakwah banyak yang harus segera di sentuh oleh para kadernya. Jika koordinasi yang dilakukan terus mengalamai dehidrasi, perlu ada evaluasi serius di tataran BPH. Siapa yang harus disalahkan?? Ketaatan a’dho kah? Kelihaian mas’ul kah yang kurang mumpuni mengolah organisasi?? Pembinaan kah?? Tidak bijak rasanya jika harus menyalahkan satu sama lain. Berkacalah pada diri kita sendiri. Terkadang kita pun menyumbang melemahnya produktifitas dakwah itu sendiri.
Seorang akh pernah mengeluh “kenapa ya akh, kader kader kita sulit sekali dikumpulkan?” mungkin karena mereka belum ada rasa memiliki dengan organisasi ini. Jawab saya singkat. Kenapa saya jawab begitu? Pernah saya bertemu dengan seorang akh yang bekerja sebagai marketing perusahaan buku buku Islam. Ia semangat sekali menyebar brosur dimana-mana, ia datangi sekolah-sekolah, ia gelar dagangan buku di masjid-masjid, ia datangi bazaar-bazaar, dia bawa buku-buku yang menurut dia bagus ke kampus untuk ditawarkan ke teman-temanya. Saat saya tanya berapa gaji yang ia terima perbulannya? Ia menjawab 600rb dan itu kotor. Apakah itu mencukupi?? Tidak akh. Jawab dia. Trus kenapa antum masih bekerja disini? Ane ga tau akh, itu seperti perusahaan ane sendiri, ane harus memperjuangkan perusahaan itu agar terus meningkat omzetnya. Ane siap bekerja sekeras apapun demi kemajuan perusahaan tempat ane bekerja. Walaupun gajinya kurang, tapi ane yakin ada gaji yang tak ternilai disisi-Nya.
Inilah yang namanya memiliki, dari memiliki timbul loyalitas dari loyalitas timbul sifat mau berkorban. Jika kader-kader asset dakwah ini menyadari pentingnya rasa memiliki, maka ini menjadi hal penting untuk segera diwujudkan. Agar produktivitas sebuah organisasi dakwah lebih berjalan maksimal.
Lalu bagaimana agar rasa memiliki itu dimiliki oleh kader-kader kita??
Ini menjadi tugas BPH sebuah organisasi. Ia harus mengevalusi kinerja a’dhonya yang ‘melempem’. ia harus merancang kegiatan yang bisa menyatukan rasa dan asa serta perasaan dan emosi seluruh anggotanya. Ia harus mampu menciptakan susana kekeluargaan yang kental dan hangat. Sehingga satu sama lain menjadi saling membutuhkan dan memotivasi antar anggota keluarga di dalamnya. Ini menjadi tantangan untuk para qiyadhah dakwah. Bukan keluhan yang harus keluar dari mulutnya. bukan saling menyalahi. Tapi semangat untuk keluar dari permasalahan tersebut yang harus ditumbuhkan. Kerahkan seluruh potensi yang dimiliki untuk mencari solusi terbaik.
Saya sempat berfikir tentang bagaimana rasa memiliki ini bisa tumbuh di tubuh kader. Mungkin perlu ada pola kaderisasi kelembagaan yang mumpuni. Kaderisasi kelembagaan adalah system kaderisasi yang bertujuan untuk menjaga kualitas kader yang ada di lembaga tersebut. Kualitas yang dimaksud adalah kualitas kemamapuan mengolah organisasi agar lebih produktif dan professional.
kembali ke Kasus akh fadhil. sepertinya perlu di kaji ulang duduk masalahnya dimana sehingga kinerja timnya serasa tiarap atau jalan ditempat. Sehingga rencana-rencana yang sudah disusun hanya menjadi hiasan kertas kerja. Sehingga pertemuan-pertemuan yang di rencakan selalu gagal. Kenapa?? Sudahkah berkaca?? Bukan tidak mungkin justru masalahnya di akh fadhil sendiri. Mungkin a’dhonya mau bergerak, tapi bingung ke arah mana ia bergerak? Sementara tidak ada pengarahan sama sekali dari qiyadhah / BPH nya. Atau bisa jadi kesalahan a’dhonya yang sok sibuk, merasa sudah banyak beramal, ingin istirahat dan berjuta alasan lain yang mudah dibuat. Kemalasan yang sudah kronis dan penyakit yang mulai menjalar harus segera di atasi, agar produktifitas kerja kita bisa bangkit kembali. Hati-hati jika penyakit itu dibiarkan, “HANG” pada kaber bisa terjadi. Ya seperti computer tanda tanda mau “HANG” jalannya lemot, lama-lama mouse tidak bisa digerakan, semua program tidak bisa dijalankan, bahkan tiba-tiba mati mendadak…alamaaaakkk…mau kah seperti itu??
Ayo sama-sama saling berbenah..mengevaluasi diri, qiyadhah jangan menyalahkan a’dho. Begitupun sebaliknya, a’dho jangan menyalahkan qiyadhah. Jangan bertanya pada a’dho “ko, ga ada aksinya nih tim antum?” tapi katakana padanya “akhi…apa yang bisa ana bantu untuk tim antum” sekali lagi Mari Berkaca, Jangan Menyalahi!!
Wallahu’alam Bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar