Fatwa hanya akan jadi alat pembenaran bagi ketidakbecusan pemerintah dalam mengelola kebijakan BBM. Pemerintah tampak sudah kehabisan akal dalam kampanye hemat energi. Sampai-sampai Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun akan digunakan untuk mengimbau masyarakat menggunakan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi.
Meski Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy Saleh menyatakan BBM harus digunakan secara bertanggung jawab, nyatanya sampai akhir Mei lalu konsumsi BBM subsidi telah melebihi rata-rata sekitar 3% dari kuota. Karena itulah Kementerian ESDM berniat menggandeng MUI.
"Insya Allah MUI akan bantu pemerintah meningkatkan hak ini," kata Darwin, Senin (27/6). Hak yang dimaksud adalah hanya golongan tidak mampu yang berhak mendapat BBM subsidi.
Namun, Sekretaris MUI Pusat Ichwansam menepis anggapan seolah-olah MUI akan merekomendasikan fatwa BBM.
Menurut dia, ada kesalahpahaman dalam menanggapi pernyataan Ketua MUI KH Makruf Amin di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (27/6). "Jadi belum ada fatwa MUI soal BBM. Yang ada hanya wacana atau jawaban spontan Pak KH Makruf Amin terhadap pertanyaan wartawan tentang bagaimana hukumnya orang mampu, mobilnya mewah, namun membeli bensin premium," kata Ichwansam, kemarin.
Ketika itu Makruf Amin menegaskan pihaknya akan membuat fatwa agar masyarakat berpikir dan melakukan langkah hemat energi berdasarkan ajaran agama. "Jangan sampai orang yang harusnya beli pertamax tapi beli premium. Itu ambil hak orang, itu dosa," kata Ketua MUI.
Menurut Ichwansam, jawaban Ketua MUI sesuai aturan pemerintah bahwa subsidi BBM itu bukan bagi yang mampu. "Begitu duduk awalnya. Namun, ini menjadi bahan sensasi. Orang yang enggak tahu asal-usul masalah juga ikut nimbrung. Seolah ada fatwa MUI. Ya, ini kan enggak nyambung.
" Di sisi lain, cendekiawan muslim Zuhairi Misrawi mengharap MUI tidak mengeluarkan fatwa haram penggunaan premium. Sebab, fatwa itu hanya alat pembenaran bagi ketidakbecusan pemerintah dalam mengelola kebijakan disparitas harga antara pertamax dan premium.
"Ini preseden buruk. MUI mau saja dijadikan tameng oleh pemerintah yang tidak becus dalam menjalankan kebijakan dan roda pemerintahan. Fatwa itu juga diskriminatif karena hanya mengikat umat tertentu," kata Zuhairi, kemarin.
Sementara itu, kelangkaan premium terjadi di daerah. Warga Oemanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, misalnya, antre berjam-jam untuk membeli BBM karena pasokan tersendat akibat mobil pengangkut BBM rusak. Kelangkaan itu juga membuat harga premium di pedagang eceran naik dari Rp6.000 per liter menjadi Rp10 ribu per liter.
sumber : mediaindonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar